i wish i didn’t. but regrettably, i entirely understand why you did it
Ini bukan pertama kalinya Gita melihat Abyan, orang tua mereka berteman lebih lama dari usia mereka. Menjadikan dua remaja itu tumbuh bersama hingga memasuki bangku sekolah menengah pertama. Ini bukan yang pertama, namun kalau boleh jujur, Gita lihat Abyan banyak bedanya.
Laki-laki itu makin tinggi, bahkan melebihi tinggi ibunya. Gita sudah menduga tentang hal ini sebelumnya karena beberapa kali keluarga Abyan mengunggah kebersamaan di media sosial masing-masing. Laki-laki itu makin… bagaimana Gita mendeskripsikannya ya? Abyan jelas tampan, jauh dari sebelum hari ini. Ya, laki-laki itu makin tampan di tahun-tahun remajanya.
Gita meninggalkan negara ini sejak usia 15. Ikut kedua orang tuanya ke Eropa (tepatnya ke Zurich, Swiss), karena ibu sekolah lagi untuk gelar master-nya, dan ayah yang berusaha membersamai dengan ikut mencari pekerjaan di sana.
Di tahun-tahun sebelum usianya yang ke-15, Gita selalu ada di sana tiap keluarga Abyan mengundang untuk pesta-pesta perayaan. Gita ada di sana saat Abyan menang kejuaraan Taekwondo tingkat sekolah dasar. Gita juga ada di sana saat Abyan berdoa agar waktu bergerak cepat dan Gita kembali ke Indonesia lagi.
Mereka hidup sebagai anak yang sering dibilang kembar, ulang tahun mereka hanya terpaut tiga bulan. Ada selusin pasang baju yang hanya beda di warna, dipakaikan oleh ibu mereka masing-masing saat mereka masih kecil. Ada juga beberapa pasang sepatu yang sama sampai ke nomor ukurannya. Secara harfiah, mereka saling kenal sejak hari pertama ibu mengandung.
Jelas ini semua menjadi tidak benar saat Gita merasa ada yang aneh saat dirinya — kadang — menganggap bahwa ia ingin semua tentang ia dan Abyan lebih dari yang mereka punya sekarang. Kadang Gita ingin Abyan bukan seorang teman karibnya, atau Abyan yang bukan anak dari teman ibunya. Atau apa pun yang membuat Gita merasa tidak bersalah untuk memupuk rasa pada laki-laki itu.
Karena tiga tahun tidak berada pada gelembung yang sama dengan Abyan ternyata membuat semuanya benar-benar berbeda. Ini bukan lagi tentang Abyan yang makin tinggi atau makin tampan. Ini tentang Abyan yang merupakan remaja pada umumnya, jatuh hati pada seseorang yang… bukan Gita.
Gita kembali ke Indonesia dengan semangat atas doa yang dirapalkan Abyan sesaat sebelum mereka berpisah di bandara tiga tahun lalu. Namun Gita lupa untuk tidak membawa pikirannya tentang Abyan, tentang hati dan perasaan laki-laki itu.
Sebenarnya ada syukur yang Gita ucapkan dalam hati karena ia jadi tahu fakta tentang ini dari Irma yang menceritakan tentang Abyan dan Bintang — nama orang yang sedang dekat (in romantic way) dengan laki-laki itu. Karena sejak mengalami pisah jarak, seperti ada dinding tak kasat mata yang membuat Abyan tidak cerita tentang beberapa hal, salah satunya itu.
“Beneran lagi nggak sakit, Gi?” Tanya Abyan sesaat setelah menginjak pedal rem mobilnya. Mereka baru saja tiba dari pesta kelas yang diadakan di rumah salah satu teman. “Lagi badmood, to?”
“Enggak, Yan. Emang lagi males ngomong aja.”
“Lagi males ngomong sama aku?”
Iya. “Bukan, lah. Kenapa aku males ngomong sama kamu coba?”
Yang laki-laki mengangkat bahunya singkat. “Ya nggak tau, yang lagi males ngomong kan kamu.”
Mata Gita menatap milik Abyan lekat. “Kamu nggak ada yang mau diceritain ke aku selama aku nggak di sini, Yan?”
“Apa?”
Kontak mata Gita putus. Ia menggantungkan tali tas pada bahu kirinya, bersiap untuk turun dari mobil. “Never mind. From the first, I thought of myself as a friend who was too important to you. So when I found out you didn’t tell me a thing, I felt upset.”
“Which thing?”
Gerakan Gita terhenti. “What do you expect if I hear her name in yours from someone else?”
Abyan diam sebentar. “Aku kira kamu udah tau karena aku sering mention Bintang di Instastory.”
Jawaban Abyan malah membuat Gita sakit kepala. Mulutnya menganga saking merasa terkejut. “You expect something that way?”
“Oke… kita lagi deket dua bulan ini.” Raut wajah Abyan berubah menjadi sedikit frustasi.
“Tell her you were with me most of the day then, tell her we went to a class event,” Telunjuk Gita terangkat. “I don’t want to hear a shit because I went out with my junior’s boyfriend.” Detik berikutnya Gita berusaha keluar dari atmosfer panas yang memenuhi isi mobil. Keluar dari obrolan yang entah kenapa membuat frustasi, padahal ekspetasinya tidak begini.
Abyan: Salahku, Gi
Abyan: So sorry for not telling you earlier
Abyan: I’m sorry you found out about Bintang and me from someone else
Gita membiarkan pesan masuknya menunggu beberapa menit. Perempuan itu kemudian mengacak rambutnya kesal karena akhirnya tangannya mengetik kalimat yang intinya memaafkan.
Gita: Let that pass
Gita: Sorry for being so rude
